Kamis, 30 Mei 2013

Makalah Hubungan Infeksi Parasit Helminth (Cacing) dengan Kesejahteraan Hidup Manusia


BAB I
PENDAHULUAN


Organisme parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat parasitis yaitu hidup yang selalu merugikan organisme yang ditempatinya (hospes).Seperti halnya organisme parasit cacing yang sangat mengganggu kesejahteraan manusia karena menimbulkan penyakit kecacingan.Penyakit kecacingan masih sering dijumpai di seluruh wilayah Indonesia.Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing ini tergolong penyakit yang kurang mendapat perhatian, sebab masih sering dianggap sebagai penyakit yang tidak menimbulkan wabah maupun kematian. Walaupun demikian, penyakit kecacingan sebenarnya cukup membuat penderitanya mengalami kerugian, sebab secara perlahan adanya infestasi cacing di dalam tubuh penderita akan menyebabkan gangguan pada kesehatan mulai yang ringan, sedang sampai berat yang ditunjukkan sebagai manifestasi klinis diantaranya berkurangnya nafsu makan, rasa tidak enak di perut, gatal – gatal, alergi, anemia, kekurangan gizi , pneumonitis, syndrome Loeffler dan lain – lain.
Terjadinya penyakit kecacingan seringkali dihubungkan dengan kondisi lingkungan penderita , sosio-ekonomi penderita serta tingkat pendidikan penderita.Salah satu penyakit kecacingan yang masih banyak terjadi pada penduduk di Indonesia adalah yang disebabkan golongan Soil-Transmitted Helminth yaitu golongan nematode usus  yang dalam penularannya atau dalam siklus hidupnya melalui media tanah.  Infeksi oleh nematode usus biasanya berkaitan dengan jeleknya hygiene.Infeksi ini selalu ada terutama di daerah tropis dan subtropis.Serangan cacing dalam jumlah sedikit biasanya asimptomatis tetapi infeksi yang berat dapat menimbulkan masalah yang serius terutama pada anak – anak yang biasanya diikuti oleh terhambatnya perkembangan anak. (Greenwood D, 2007 ; Brooks GF,2006)
            Masalah penyakit kecacingan di Indonesia sangat erat kaitannya dengan iklim dan kebersihan diri perorangan, rumah maupun lingkungan sekitarnya serta kepadatan penduduk yang tinggi. Pada saat musim hujan, udara yang lembab, rumah yang berlantai tanah, pengetahuan sanitasi kesehatan yang rendah merupakan faktor  penyebab tingginya kejadian penyakit kecacingan.
            Cara yang paling tepat untuk menanggulangi dan memberantas parasit adalah dengan cara memutus lingkaran hidup cacing, pengobatan masal secara periodik, perbaikan kesehatan lingkungan, penyuluhan kesehatan masyarakat dan menghindarkan pencemaran tanah oleh feces penderita. 



BAB II
PEMBAHASAN

  Penyakit Kecacingan
Penyakit kecacingan pada usus manusia sering disebut sebagai cacing usus, sebagian besar penularan cacing usus ini terjadi melalui tanah.Infeksi oleh nematode usus biasanya berkaitan dengan jeleknya hygiene.Oleh karena itu digolongkan dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil-Transmitted Helminths. Yang termasuk dalam kelompok Soil-Transmitted Helminth adalah nematoda usus Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
1.      Ascaris lumbricoides:
Di Indonesia cacing ini dikenal sebagai cacing gelang.Predileksi cacing dewasanya terdapat di dalam lumen usus halus manusia, tetapi kadang-kadang dijumpai mengembara ke bagian usus lainnya. Penularan dapat terjadi melalui beberapa cara , yaitu masuknya telur infektif melalui makanan dan minuman yang tercemar dan melalui tangan yang kotor atau terhirup bersama debu udara yang tercemar telur infektifnya.
Ascaris lumbricoides menyebabkan terjadinya ascariasis yaitu penyakit yang penularannya terjadi melalui makanan yang terinfeksi oleh telur dan larvanya yang berkembang dalam usus halus.Larva ini menembus dinding usus halus, melalui hati kemudian ke paru-paru.Setelah mencapai tenggorokan, lalu larva ditelan dan berkembangbiak menjadi cacing dewasa di usus halus.Gejala klinik pada ascariasis dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun larva, cacing dewasa tinggal diantara lipatan mukosa usus halus dan dapat menimbulkan iritasi sehingga dapat menimbulkan rasa tidak enak di perut, mual serta sakit perut yang tidak nyata.Kadang-kadang cacing dewasa terbawa kearah mulut karena regurgitasi dan dimuntahkan, sehingga keluar melalui mulut atau hidung.Atau dapat masuk ke tuba eustachii.Dinding usus dapat ditembus oleh cacing dewasa sehingga menyebabkan peritonitis. Cacing dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan sumbatan pada lumen usus serta toxin yang dihasilkannya akan menimbulkan manifestasi keracunan misalnya, oedema muka, uticaria dan nafsu makan menurun. Migrasi larva ke paru  dapat menimbulkan eosinofili dan alergi berupa urticaria, gejala infiltrasi paru, sembab pada bibir serta sindroma Lofflers. Larva yang migrasi ke organ lain dapat menimbulkan endophthalmitis, meningitis dan encephalitis. Pada anak-anak sering kali terlihat gejala perut buncit, pucat , lesu, rambut jarang dan berwarna merah serta kurus akibat defisiensi gizi dan anemia. (Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D dan Agoes R, 2009 ; Neva A and Brown HW, 1994)

2.      Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
      Cacing ini dikenal dengan nama cacing tambang. Predileksi cacing dewasanya di mucosa  usus halus, terutama di mucosa duodenum dan jejenum manusia. Kedua species cacing ini melekatkan diri pada membrane mucosa usus halus dengan menggunakan gigi kitin atau gigi pemotong dan menghisap darah dari luka gigitannya. (Neva A and Brown HW.1994 ; Markell EK et al, 1992)
Cacing Ancylostoma duodenale menyebabkan terjadinya ancylostomiasis yaitu penyakit yang penularannya terjadi oleh larva yang memasuki kulit yang terluka pada kaki dan menimbulkan reaksi lokal.Setelah memasuki vena, larva menuju paru-paru dan bronchi akhirnya ke saluran cerna. Cacing tambang juga mengaitkan diri pada mukosa usus dan menghisap darah tuan rumah hingga terjadi anemia yang cukup serius.Gejala infeksi cacing tambang dapat disebabkan oleh larva maupun cacing dewasa. Pada saat larva menembus kulit terbentuk maculopapula dan erithema yang sering disertai rasa gatal (ground itch). Migrasi larva ke paru dapat menimbulkan bronchitis atau pneumonitis. Cacing dewasa yang melekat dan melukai mukosa usus akan menimbulkan perasaan tidak enak di perut, mual dan diare. Seekor cacing dewasa mengisap darah 0,2 – 0,3 ml/hari, sehinnga dapat menimbulkan anemia progresif, hypokromik, mikrositer, type efisiensi besi. Biasanya gejala klinik timbul setelah tampak adanya anemia, pada infeksi berat, haemoglobin dapat turun hingga 2 gr %, sesak nafas, lemah dan pusing kepala.Kelemahan jantung dapat terjadi karena perubahan pada jantung yang berupa hypertropi, bising katub serta nadi cepat.Infeksi pada anak dapat menimbulkan keterbelakangan fisik dan mental.Infeksi Ancylostoma duodenale lebih berat dari pada infeksi oleh Necator americanus. (Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D dan Agoes R, 2009 ; Neva A and Brown HW, 1994)
3.      Trichuris trichiura
Cacing ini disebut juga sebagai cacing cambuk.Predileksi cacing ini pada mucosa cecum manusia.(Neva A and Brown HW, 1994).Cacing Trichuris trichiura menyebabkan terjadinya trichiuriasis yaitu penyakit yang cara penularannya terjadi melalui makanan dan air yang terinfeksi. Trichuriasis paling sering menyerang anak usia 1 – 5 tahun, infeksi ringan biasanya tanpa gejala. Pada infeksi berat, cacing tersebar ke seluruh colon dan rectum kadang-kadang terlihat pada mucosa rectum  yang prolaps. Infeksi kronis dan sangat berat menunjukkan gejala-gejala anemia berat, Hb rendah sekali dapat mencapai 3 gr%, karena seekor cacing setiap hari menghisap darah 0,005 cc, diare dengan feses sedikit dan mengandung sedikit darah, sakit perut, mual, muntah serta berat badan menurun, kadang-kadang disertai prolapsus recti. (Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D dan Agoes R, 2009 ; Neva A and Brown HW, 1994)

4.      Strongyloides stercoralis
      Cacing ini disebut juga dengan cacing benang.Predileksi cacing dewasanya pada mucosa usus halus terutama duodenum dan jejunum manusia.Cacing Strongyloides stercoralis menyebabkan terjadinya penyakit strongyloidiasis yang penularannya lewat larva yang berbentuk benang yang menembus kulit.Larva ini dapat dikenali dalam tinja, yang tidak mengandung telurnya. Berhubung terjadi auto-reinfeksi, maka cacing dapat bertahan puluhan tahun lamanya di mukosa bagian atas usus halus Strongylidiasis ringan biasanya tidak menimbulkan gejala, pada infeksi sedang cacing dewasa betina yang bersarang dalam mukosa duodenum menyebabkan perasaan terbakar, menusuk-nusuk di daerah epigastrium, disertai rasa mual , muntah, diare bergantian dengan konstipasi. Pada infeksi berat dan kronis mengakibatkan berat badan turun, anemi, disentri menahun serta demam ringan yang disebabkan infeksi bakteri sekunder pada lesi usus.Kematian dapat terjadi akibat bersarangnya cacing betina di hampir seluruh epithel usus, meliputi daerah lambung sampai ke daerah colon bagian distal yang disertai infeksi sekunder bakteri.(Natadisastra D dan Agoes R, 2009).Autoinfeksi mungkin merupakan mekanisme dari terjadinya infeksi jangka panjang yang menetap dan bertahun-tahun.Parasit dan hospesnyan berada dalam status keseimbangan sehingga tidak terjadi kerusakan yang berarti. Jika oleh karena sesuatu hal, keseimbangan ini terganggu dan keadaan imunitas penderita menurun, maka infeksinya akan meluas dan meningkatkan produksi larva dan larvanya dapat ditemukan pada setiap jaringan tubuh. Keadaan ini disebut dengan sindroma hiperinfeksi. (Gracia, 1977)

  Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Kecacingan
            Perilaku Buang Air Besar tidak pada jamban menyebabkan terjadinya pencemaran tanah oleh telur cacing cacing tambang sehingga meningkatkan resiko terinfeksi terutama pada orang atau anak – anak yang tidak memakai alas kaki.Anak yang tinggal dalam keluarga yang memiliki kebiasaan defekasi di kebun dan tempat lain halaman rumah, beresiko terinfeksi cacing tambang 4,3 kali lebih besar disbanding anak yang tinggal dengan keluarga yang memiliki kebiasaan defekasi di jamban. (Sumanto D, 2010)
            Sanitasi rumah merupakan faktor resiko kejadian infeksi cacing tambang, anak yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang buruk beresiko sebesar 3,5 kali lebih besar  terinfeksi cacing tambang dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang baik. (Sumanto D, 2010)
            Faktor iklim misalnya temperatur, kelembaban, curah hujan, mungkin merupakan faktor penting prevalensi infeksi Soil-Transmitted Helminth di Bali. Tingkat pendidikan yang rendah, hygiene pribadi dan lingkungan yang buruk , sosio ekonomi yang rendah dan perilaku juga merupakan faktor lain yang berpengaruh. (Wijana DP and Sitisna P, 2000).Di Negara kaya dan maju banyak penyakit parasit yang dapat diberantas, sebaliknya pada Negara miskin dan terbelakang memperlihatkan prevalensi parasit yang lebih tinggi. (Onggowaluyo JS,2001)
  

Daftar Pustaka

Aria G, 2004.Hubungan Perilaku Sehat dan Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah di Nagari Kumanis Kabupaten Sawahlunto Sijunjung.UGM.
Brooks GF dkk. 1996. Mikrobiologi Kedoktran. Edisi 20.EGC.Hal.670-678.
Elmi, dkk. 2004. Status Gizi dan Infestasi Cacing Usus pada Anak Sekolah Dasar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sumatera Utara.
Ginting SA. 2003. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Kecacingan Pada anak Sekolah Dasar di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Sumatera Utara. USU Digital Library.
Natadisastra D dan Agoes R. 2009.Parasit Kedokteran di Tinjau dari Organ Tubung yang Diserang.EGC.Hal.69-86.
Onggowaluyo JS. 2001. Parasitologi Medik I (Helmintologi) : Pendekatan Aspek Indentifikasi, Diagnosis dan Klinik.EGC.Hal.11-31.
Palgunadi BU. 1998. Pencemaran Tanah Oleh Telur Cacing Usus Dalam Hubungannya dengan Kejadian Infeksi Cacing Usus.Tesis. Program Pasca Sarjana Unuversitas Airlangga.
Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik.Airlangga University Press.Hal.71-96.