BAB
I
PENDAHULUAN
Organisme parasit adalah
organisme yang hidupnya bersifat parasitis yaitu hidup yang selalu merugikan
organisme yang ditempatinya (hospes).Seperti halnya organisme parasit cacing
yang sangat mengganggu kesejahteraan manusia karena menimbulkan penyakit
kecacingan.Penyakit kecacingan masih sering dijumpai di seluruh
wilayah Indonesia.Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing ini tergolong
penyakit yang kurang mendapat perhatian, sebab masih sering dianggap sebagai
penyakit yang tidak menimbulkan wabah maupun kematian. Walaupun demikian,
penyakit kecacingan sebenarnya cukup membuat penderitanya mengalami kerugian,
sebab secara perlahan adanya infestasi cacing di dalam tubuh penderita akan
menyebabkan gangguan pada kesehatan mulai yang ringan, sedang sampai berat yang
ditunjukkan sebagai manifestasi klinis diantaranya berkurangnya nafsu makan,
rasa tidak enak di perut, gatal – gatal, alergi, anemia, kekurangan gizi ,
pneumonitis, syndrome Loeffler dan lain – lain.
Terjadinya
penyakit kecacingan seringkali dihubungkan dengan kondisi lingkungan penderita
, sosio-ekonomi penderita serta tingkat pendidikan penderita.Salah satu
penyakit kecacingan yang masih banyak terjadi pada penduduk di Indonesia adalah
yang disebabkan golongan Soil-Transmitted Helminth yaitu golongan nematode
usus yang dalam penularannya atau dalam
siklus hidupnya melalui media tanah. Infeksi
oleh nematode usus biasanya berkaitan dengan jeleknya hygiene.Infeksi ini
selalu ada terutama di daerah tropis dan subtropis.Serangan cacing dalam jumlah
sedikit biasanya asimptomatis tetapi infeksi yang berat dapat menimbulkan
masalah yang serius terutama pada anak – anak yang biasanya diikuti oleh
terhambatnya perkembangan anak. (Greenwood D, 2007 ; Brooks GF,2006)
Masalah penyakit kecacingan di
Indonesia sangat erat kaitannya dengan iklim dan kebersihan diri perorangan,
rumah maupun lingkungan sekitarnya serta kepadatan penduduk yang tinggi. Pada
saat musim hujan, udara yang lembab, rumah yang berlantai tanah, pengetahuan
sanitasi kesehatan yang rendah merupakan faktor
penyebab tingginya kejadian penyakit kecacingan.
Cara yang paling tepat untuk
menanggulangi dan memberantas parasit adalah dengan cara memutus lingkaran
hidup cacing, pengobatan masal secara periodik, perbaikan kesehatan lingkungan,
penyuluhan kesehatan masyarakat dan menghindarkan pencemaran tanah oleh feces
penderita.
BAB
II
PEMBAHASAN
Penyakit
Kecacingan
Penyakit
kecacingan pada usus manusia sering disebut sebagai cacing usus, sebagian besar
penularan cacing usus ini terjadi melalui tanah.Infeksi oleh nematode usus
biasanya berkaitan dengan jeleknya hygiene.Oleh karena itu digolongkan dalam
kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah atau Soil-Transmitted Helminths.
Yang termasuk dalam kelompok Soil-Transmitted Helminth adalah nematoda usus Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis dan Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
1. Ascaris
lumbricoides:
Di Indonesia cacing ini dikenal sebagai cacing
gelang.Predileksi cacing dewasanya terdapat di dalam lumen usus halus manusia,
tetapi kadang-kadang dijumpai mengembara ke bagian usus lainnya. Penularan
dapat terjadi melalui beberapa cara , yaitu masuknya telur infektif melalui
makanan dan minuman yang tercemar dan melalui tangan yang kotor atau terhirup
bersama debu udara yang tercemar telur infektifnya.
Ascaris
lumbricoides menyebabkan terjadinya ascariasis yaitu penyakit yang
penularannya terjadi melalui makanan yang terinfeksi oleh telur dan larvanya
yang berkembang dalam usus halus.Larva ini menembus dinding usus halus, melalui
hati kemudian ke paru-paru.Setelah mencapai tenggorokan, lalu larva ditelan dan
berkembangbiak menjadi cacing dewasa di usus halus.Gejala klinik pada
ascariasis dapat ditimbulkan oleh cacing dewasa maupun larva, cacing dewasa
tinggal diantara lipatan mukosa usus halus dan dapat menimbulkan iritasi
sehingga dapat menimbulkan rasa tidak enak di perut, mual serta sakit perut
yang tidak nyata.Kadang-kadang cacing dewasa terbawa kearah mulut karena
regurgitasi dan dimuntahkan, sehingga keluar melalui mulut atau hidung.Atau
dapat masuk ke tuba eustachii.Dinding usus dapat ditembus oleh cacing dewasa
sehingga menyebabkan peritonitis. Cacing dalam jumlah yang banyak akan
menyebabkan sumbatan pada lumen usus serta toxin yang dihasilkannya akan
menimbulkan manifestasi keracunan misalnya, oedema muka, uticaria dan nafsu
makan menurun. Migrasi larva ke paru
dapat menimbulkan eosinofili dan alergi berupa urticaria, gejala
infiltrasi paru, sembab pada bibir serta sindroma Lofflers. Larva yang migrasi
ke organ lain dapat menimbulkan endophthalmitis, meningitis dan encephalitis.
Pada anak-anak sering kali terlihat gejala perut buncit, pucat , lesu, rambut
jarang dan berwarna merah serta kurus akibat defisiensi gizi dan anemia.
(Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D dan Agoes R, 2009 ; Neva A and Brown HW,
1994)
2. Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus
Cacing ini dikenal dengan nama cacing
tambang. Predileksi cacing dewasanya di mucosa
usus halus, terutama di mucosa duodenum dan jejenum manusia. Kedua
species cacing ini melekatkan diri pada membrane mucosa usus halus dengan
menggunakan gigi kitin atau gigi pemotong dan menghisap darah dari luka
gigitannya. (Neva A and Brown HW.1994 ; Markell EK et al, 1992)
Cacing
Ancylostoma duodenale menyebabkan
terjadinya ancylostomiasis
yaitu penyakit yang penularannya terjadi oleh larva yang memasuki kulit
yang terluka pada kaki dan menimbulkan reaksi lokal.Setelah memasuki vena,
larva menuju paru-paru dan bronchi akhirnya ke saluran cerna. Cacing tambang
juga mengaitkan diri pada mukosa usus dan menghisap darah tuan rumah hingga
terjadi anemia yang cukup serius.Gejala infeksi cacing tambang
dapat disebabkan oleh larva maupun cacing dewasa. Pada saat larva menembus
kulit terbentuk maculopapula dan erithema yang sering disertai rasa gatal
(ground itch). Migrasi larva ke paru dapat menimbulkan bronchitis atau
pneumonitis. Cacing dewasa yang melekat dan melukai mukosa usus akan
menimbulkan perasaan tidak enak di perut, mual dan diare. Seekor cacing dewasa
mengisap darah 0,2 – 0,3 ml/hari, sehinnga dapat menimbulkan anemia progresif,
hypokromik, mikrositer, type efisiensi besi. Biasanya gejala klinik timbul
setelah tampak adanya anemia, pada infeksi berat, haemoglobin dapat turun
hingga 2 gr %, sesak nafas, lemah dan pusing kepala.Kelemahan jantung dapat
terjadi karena perubahan pada jantung yang berupa hypertropi, bising katub
serta nadi cepat.Infeksi pada anak dapat menimbulkan keterbelakangan fisik dan
mental.Infeksi Ancylostoma duodenale
lebih berat dari pada infeksi oleh Necator
americanus. (Joklik WK, 1992 ; Natadisastra D dan Agoes R, 2009 ; Neva A
and Brown HW, 1994)
3. Trichuris
trichiura
Cacing
ini disebut juga sebagai cacing cambuk.Predileksi cacing ini pada mucosa cecum
manusia.(Neva A and Brown HW, 1994).Cacing Trichuris
trichiura menyebabkan terjadinya trichiuriasis
yaitu penyakit yang cara penularannya terjadi melalui makanan dan air yang
terinfeksi. Trichuriasis paling sering menyerang anak usia 1 – 5 tahun, infeksi
ringan biasanya tanpa gejala. Pada infeksi berat, cacing tersebar ke seluruh
colon dan rectum kadang-kadang terlihat pada mucosa rectum yang prolaps. Infeksi kronis dan sangat berat
menunjukkan gejala-gejala anemia berat, Hb rendah sekali dapat mencapai 3 gr%,
karena seekor cacing setiap hari menghisap darah 0,005 cc, diare dengan feses
sedikit dan mengandung sedikit darah, sakit perut, mual, muntah serta berat
badan menurun, kadang-kadang disertai prolapsus recti. (Joklik WK, 1992 ;
Natadisastra D dan Agoes R, 2009 ; Neva A and Brown HW, 1994)
4.
Strongyloides stercoralis
Cacing ini disebut juga dengan cacing
benang.Predileksi cacing dewasanya pada mucosa usus halus terutama duodenum dan
jejunum manusia.Cacing Strongyloides
stercoralis menyebabkan terjadinya penyakit strongyloidiasis yang penularannya lewat larva yang berbentuk
benang yang menembus kulit.Larva ini dapat dikenali dalam tinja, yang tidak
mengandung telurnya. Berhubung terjadi auto-reinfeksi, maka cacing dapat
bertahan puluhan tahun lamanya di mukosa bagian atas usus halus Strongylidiasis
ringan biasanya tidak menimbulkan gejala, pada infeksi sedang cacing dewasa betina
yang bersarang dalam mukosa duodenum menyebabkan perasaan terbakar,
menusuk-nusuk di daerah epigastrium, disertai rasa mual , muntah, diare
bergantian dengan konstipasi. Pada infeksi berat dan kronis mengakibatkan berat
badan turun, anemi, disentri menahun serta demam ringan yang disebabkan infeksi
bakteri sekunder pada lesi usus.Kematian dapat terjadi akibat bersarangnya
cacing betina di hampir seluruh epithel usus, meliputi daerah lambung sampai ke
daerah colon bagian distal yang disertai infeksi sekunder bakteri.(Natadisastra
D dan Agoes R, 2009).Autoinfeksi mungkin merupakan mekanisme dari terjadinya
infeksi jangka panjang yang menetap dan bertahun-tahun.Parasit dan hospesnyan
berada dalam status keseimbangan sehingga tidak terjadi kerusakan yang berarti.
Jika oleh karena sesuatu hal, keseimbangan ini terganggu dan keadaan imunitas
penderita menurun, maka infeksinya akan meluas dan meningkatkan produksi larva
dan larvanya dapat ditemukan pada setiap jaringan tubuh. Keadaan ini disebut
dengan sindroma hiperinfeksi. (Gracia, 1977)
Faktor
– Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Kecacingan
Perilaku Buang
Air Besar tidak pada jamban menyebabkan terjadinya pencemaran tanah oleh telur
cacing cacing tambang sehingga meningkatkan resiko terinfeksi terutama pada orang
atau anak – anak yang tidak memakai alas kaki.Anak yang tinggal dalam keluarga
yang memiliki kebiasaan defekasi di kebun dan tempat lain halaman rumah,
beresiko terinfeksi cacing tambang 4,3 kali lebih besar disbanding anak yang
tinggal dengan keluarga yang memiliki kebiasaan defekasi di jamban. (Sumanto D,
2010)
Sanitasi
rumah merupakan faktor resiko kejadian infeksi cacing tambang, anak yang
tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang buruk beresiko sebesar 3,5 kali lebih
besar terinfeksi cacing tambang
dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang baik.
(Sumanto D, 2010)
Faktor
iklim misalnya temperatur, kelembaban, curah hujan, mungkin merupakan faktor
penting prevalensi infeksi Soil-Transmitted Helminth di Bali. Tingkat pendidikan
yang rendah, hygiene pribadi dan lingkungan yang buruk , sosio ekonomi yang
rendah dan perilaku juga merupakan faktor lain yang berpengaruh. (Wijana DP and
Sitisna P, 2000).Di Negara kaya dan maju banyak penyakit parasit yang dapat
diberantas, sebaliknya pada Negara miskin dan terbelakang memperlihatkan
prevalensi parasit yang lebih tinggi. (Onggowaluyo JS,2001)
Daftar Pustaka
Aria
G, 2004.Hubungan Perilaku Sehat dan
Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah di
Nagari Kumanis Kabupaten Sawahlunto Sijunjung.UGM.
Brooks
GF dkk. 1996. Mikrobiologi Kedoktran.
Edisi 20.EGC.Hal.670-678.
Elmi,
dkk. 2004. Status Gizi dan Infestasi
Cacing Usus pada Anak Sekolah Dasar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
Universitas Sumatera Utara.
Ginting
SA. 2003. Hubungan Antara Status Sosial
Ekonomi dengan Kejadian Kecacingan Pada anak Sekolah Dasar di Desa Suka
Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo Sumatera Utara. USU Digital Library.
Natadisastra
D dan Agoes R. 2009.Parasit Kedokteran di
Tinjau dari Organ Tubung yang Diserang.EGC.Hal.69-86.
Onggowaluyo
JS. 2001. Parasitologi Medik I
(Helmintologi) : Pendekatan Aspek Indentifikasi, Diagnosis dan Klinik.EGC.Hal.11-31.
Palgunadi
BU. 1998. Pencemaran Tanah Oleh Telur
Cacing Usus Dalam Hubungannya dengan Kejadian Infeksi Cacing Usus.Tesis.
Program Pasca Sarjana Unuversitas Airlangga.
Soedarto.
2008. Parasitologi Klinik.Airlangga
University Press.Hal.71-96.